Peran Komunikasi Massa dalam Pembentukan Opini Publik

Peran Komunikasi Massa dalam Pembentukan Opini Publik - Komunikasi massa memainkan peran yang sangat besar dalam pembentukan opini publik. Media massa, baik itu televisi, radio, surat kabar, maupun media digital, memiliki pengaruh yang mendalam dalam cara kita berpikir, merespons, dan memandang isu-isu tertentu di masyarakat. Proses pembentukan opini publik melalui komunikasi massa tidak hanya melibatkan penyebaran informasi, tetapi juga bagaimana informasi tersebut disajikan, dikemas, dan diterima oleh audiens. Dalam konteks ini, media massa tidak hanya berfungsi sebagai saluran informasi, tetapi juga sebagai agen yang membentuk persepsi, sikap, dan pandangan publik terhadap suatu isu.

1. Komunikasi Massa sebagai Alat Penyebaran Informasi

Salah satu peran utama komunikasi massa adalah sebagai alat untuk menyebarkan informasi secara luas dan cepat. Berbeda dengan komunikasi interpersonal yang bersifat pribadi, komunikasi massa dapat menjangkau audiens dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat. Informasi yang disampaikan melalui media massa seperti televisi, surat kabar, dan sekarang media sosial, memiliki potensi untuk mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap isu tertentu. 

Sumber Referensi: McQuail, D. (2010). McQuail's Mass Communication Theory. Sage Publications.

McQuail mengemukakan bahwa komunikasi massa berfungsi sebagai saluran utama dalam proses penyebaran informasi, yang memungkinkan ide-ide dan pesan untuk mencapai khalayak yang luas.

Dalam konteks opini publik, informasi yang disebarkan melalui media dapat mempengaruhi cara orang berpikir dan bertindak. Misalnya, sebuah laporan berita tentang perubahan kebijakan pemerintah bisa membentuk persepsi publik mengenai kebijakan tersebut, baik itu positif maupun negatif.

2. Framing dalam Komunikasi Massa

Proses framing adalah bagaimana media mengemas dan menampilkan suatu isu atau peristiwa untuk membentuk interpretasi tertentu di benak audiens. Dalam framing, media memilih aspek-aspek tertentu dari suatu isu dan mengabaikan yang lainnya, memberikan penekanan tertentu yang dapat mempengaruhi cara pandang masyarakat.

Sumber Referensi:
Entman, R. M. (1993). Framing: Toward Clarification of a Fractured Paradigm. Journal of Communication, 43(4), 51-58.

Entman menyatakan bahwa framing adalah proses seleksi dan penonjolan aspek tertentu dari suatu peristiwa untuk mempengaruhi audiens dalam memahami dan merespons isu tersebut.

Misalnya, pemberitaan tentang sebuah bencana alam yang ditekankan pada kesulitan yang dihadapi korban akan membentuk pandangan masyarakat yang lebih empatik terhadap korban. Sebaliknya, jika berita tersebut lebih banyak menyoroti kerugian ekonomi atau dampak politik, audiens bisa melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.

3. Agenda Setting: Media Menentukan Apa yang Penting

Konsep agenda-setting mengacu pada kemampuan media untuk memprioritaskan isu-isu tertentu, sehingga audiens merasa bahwa isu tersebut penting. Media tidak hanya memberitakan apa yang terjadi, tetapi juga memberi petunjuk tentang isu mana yang harus diperhatikan oleh publik. Dalam hal ini, media berperan dalam mempengaruhi agenda publik dengan memberikan lebih banyak perhatian pada beberapa isu daripada yang lain.

Sumber Referensi:
McCombs, M. E., & Shaw, D. L. (1972). The Agenda-Setting Function of Mass Media. Public Opinion Quarterly, 36(2), 176-187.

McCombs dan Shaw menyatakan bahwa media massa memainkan peran penting dalam menetapkan agenda publik dengan menekankan beberapa isu lebih dari yang lain, yang pada gilirannya memengaruhi apa yang dianggap penting oleh audiens.

Sebagai contoh, selama masa pemilu, media sering kali memberikan lebih banyak liputan tentang kandidat tertentu atau isu-isu tertentu, yang mempengaruhi apa yang dianggap sebagai masalah utama oleh pemilih.

4. Pengaruh Media Sosial dalam Pembentukan Opini Publik

Media sosial telah mengubah cara komunikasi massa mempengaruhi opini publik. Platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok memungkinkan penyebaran informasi dalam waktu instan dan memungkinkan audiens untuk berpartisipasi langsung dalam percakapan. Media sosial memungkinkan orang untuk berbagi pendapat, berdiskusi, dan bahkan mengorganisir gerakan sosial.

Sumber Referensi:
Katz, E., & Lazarsfeld, P. F. (1955). Personal Influence: The Part Played by People in the Flow of Mass Communications.* Glencoe.

Katz dan Lazarsfeld memperkenalkan teori pengaruh pribadi dalam komunikasi massa, yang menunjukkan bahwa meskipun media massa memiliki pengaruh besar, orang-orang di sekitar kita juga berperan dalam membentuk pandangan kita.

Media sosial mempercepat dan memperluas proses pembentukan opini publik dengan memberi kekuatan lebih besar pada individu untuk mempengaruhi kelompok besar. Misalnya, gerakan seperti #BlackLivesMatter atau #MeToo telah memperoleh daya tarik yang besar melalui media sosial, yang kemudian membentuk opini publik tentang isu-isu rasial dan kesetaraan gender.

5. Peran Ikon dan Figur Publik dalam Pembentukan Opini Publik

Media massa juga berperan dalam mempengaruhi opini publik melalui figur publik atau selebritas. Artis, atlet, atau tokoh masyarakat sering kali menjadi sumber pengaruh dalam mempersuasi audiens untuk mengambil sikap tertentu terhadap isu sosial, politik, atau ekonomi. Pendapat mereka sering kali diperhatikan oleh masyarakat luas, sehingga dapat membentuk pandangan publik.

Sumber Referensi:
Grunig, J. E. (1997). Public Relations: A Values-Driven Approach. Prentice Hall.

Grunig mengemukakan bahwa tokoh publik dapat menjadi agen komunikasi yang efektif dalam membentuk opini publik, terutama ketika mereka memiliki kredibilitas yang tinggi di mata audiens.

Selebritas yang mendukung atau menentang kebijakan tertentu, misalnya, bisa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap cara masyarakat memandang kebijakan tersebut. Mereka juga sering menjadi jembatan antara isu yang dihadapi oleh masyarakat dan tindakan yang diambil oleh pemerintah atau lembaga lainnya.

6. Peran Komunikasi Massa dalam Krisis dan Perubahan Sosial

Komunikasi massa memiliki peran yang sangat penting dalam mengelola opini publik selama krisis. Dalam situasi bencana alam, kecelakaan besar, atau ketegangan sosial, media massa berperan dalam memberikan informasi yang memadai dan memandu publik untuk memahami situasi yang sedang terjadi. Selain itu, media juga berfungsi sebagai saluran untuk menyampaikan pesan dari pemerintah atau pihak berwenang kepada masyarakat.

Sumber Referensi:
Seeger, M. W. (2006). Best Practices in Crisis Communication: An Expert Panel Process. Journal of Applied Communication Research, 34(3), 232-244.

Seeger menyatakan bahwa media massa sangat penting dalam menangani krisis dengan menyediakan informasi yang jelas dan dapat diandalkan kepada publik, yang membantu mempengaruhi cara mereka merespons.

Dalam peristiwa seperti wabah penyakit atau kerusuhan sosial, media massa menjadi pusat penyebaran informasi yang sangat penting. Penyampaian informasi yang cepat dan akurat dapat membantu menenangkan masyarakat dan memberikan panduan tentang apa yang perlu dilakukan.

7. Dampak Media Massa terhadap Pemilu dan Politik

Komunikasi massa memiliki pengaruh yang luar biasa dalam membentuk opini publik selama pemilu. Media berperan dalam mempengaruhi citra calon, menyebarkan platform politik mereka, dan memberikan ruang untuk debat publik. Media massa membantu audiens untuk membuat keputusan berdasarkan informasi yang disediakan, meskipun ini bisa berarti bahwa media memiliki kekuatan besar untuk mengubah cara orang melihat kandidat atau isu politik.

Sumber Referensi:
Iyengar, S., & Simon, A. F. (2000). New Perspectives and Evidence on Political Communication and Campaign Effects.  Annual Review of Psychology, 51, 149-169.

Iyengar dan Simon mengungkapkan bahwa media massa memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini pemilih melalui cara mereka mengemas informasi kampanye dan memilih isu yang diberikan sorotan.

Selama pemilu, berbagai saluran media seperti televisi, surat kabar, dan media sosial menjadi medan pertempuran opini di mana para pemilih terpapar dengan berbagai narasi yang dapat mempengaruhi pilihan mereka.

8. Komunikasi Massa dan Isu Isu Global

Komunikasi massa juga memainkan peran penting dalam pembentukan opini publik mengenai isu-isu global, seperti perubahan iklim, hak asasi manusia, atau terorisme internasional. Melalui laporan berita internasional dan program dokumenter, media massa membantu masyarakat untuk memahami masalah global dan melihat hubungan antara isu-isu lokal dan global.

Sumber Referensi:
Castells, M. (2009). Communication Power. Oxford University Press.

Castells mengemukakan bahwa media massa tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi domestik, tetapi juga sebagai saluran untuk memahami dan membentuk opini terhadap isu-isu global yang melibatkan interaksi antarnegara.

Dengan cara ini, komunikasi massa membantu menciptakan kesadaran global tentang isu-isu tertentu yang akhirnya membentuk pola pikir dan tindakan masyarakat secara luas.
Baca juga: Jenis-Jenis Umpan Balik Komunikasi Massa

Kesimpulan
Komunikasi massa memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan opini publik. Dengan kemampuan untuk mengakses audiens yang luas dan mempengaruhi cara mereka berpikir tentang isu-isu tertentu, media massa tidak hanya berfungsi sebagai alat penyebaran informasi, tetapi juga sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Framing, agenda-setting, pengaruh media sosial, dan peran figur publik semuanya merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana publik membentuk opini mereka. Sebagai saluran yang dapat menciptakan kesadaran, mempengaruhi sikap, dan membentuk perilaku, komunikasi massa tetap menjadi kekuatan utama dalam pembentukan opini publik di dunia modern.

Beberapa Kelemahan Penulis Cerpen Pemula

Beberapa Kelemahan Penulis Cerpen Pemula
Kelemahan-kelemahan umum para penulis cerpen pemula dapat diidentifikasi dalam empat masalah yang terurai dalam penjelasan berikut ini:


Pertama, Masalah Pembukaan Cerpen

Rata-rata penulis cerpen pemula  terlalu bertele-tele membuka cerpennya. Masalah pembukaan yang berkepanjangan ini kadang-kadang memaksa orang untuk memotongnya dan langsung dimulai dengan ceritanya. Cerpen harus ringkas, padat dan selektif. Kesan adanya penggambaran yang bertele-tele dan kadang menceritakan hal-hal yang kurang ada relevansinya dengan cerita induk bukan saja terdapat pada pembukaan tetapi juga dalam isi cerita itu sendiri. Plot cerita yang semestinya bisa diceritakan ringkas kadang harus dua kali panjangnya. Pembaca ingin sesuatu yang perlu saja. Tidak perlu terlalu banyak menjelaskan. Anggap bahwa pembaca sudah dewasa dan harus diperlakukan seperti itu. Kesan bercerita seperlunya itu disamping menghormati pembaca juga menunjukkan sikap jujur apa adanya. Kalau memang hanya tahu sedikit tidak perlu memperpanjang masalah.

Kedua, Masalah Komposisi

Kelemahan penulis cerpen pemula, kadang bercerita kian kemari dan bagian yang terpenting dari kejadian justru hanya disinggung sebentar saja. Nampak tidak adanya konsep yang matang sebelum menulis. Dalam menulis mereka mencari bentuk. Banyak kejadian yang sama sekali tidak mendukung tema yang digarapnya.

Ketiga, Kelemahan Bahasa

Masih banyak penggunaan bahasa yang berbau “kuno” ala pujangga baru jaman dahulu. Bahasa yang hidup ringkas, langsung serta spontan adalah yang menarik. Tetapi juga jangan terlalu ekstrim dengan menggunakan bahasa pop yang digunakan anak-anak muda kota. Boleh saja menggunakan bahasa pop untuk membangun suasana, tetapi terbatas pada dialog dan bukan pada penceritaan (narasi). Penggunaan dialek baik, asal masih terbatas pada dialog tokoh-tokohnya saja. Pemakaian dua kutub bahasa ini masih sering dijumpai, sehingga memberi kesan bahwa pemula kurang membaca karya sastra jamannya sendiri.

Keempat, Masalah Ketepatan Judul

Bagaimana memberi judul yang menarik? Judul adalah hakekat cerita. Ia memberikan gambaran akan apa yang bakal diceritakan. Judul harus membayangkan isi. Dengan demikian pemilihan judul harus konotatif, dan hindarkan denotatif. Judul yang banyak mengandung makna denotatif misalnya “Terlambat”, “Transmigrasi”, “Hilang” atau semacamnya. Banyak pula yang menggunakan judul dengan kalimat abstrak seperti “Sekeping Hati yang Cerah”, “Hancurnya Sebuah Harapan”, “Bayang-Bayang Hidupku”. Judul yang puitis memang baik tetapi juga harus wajar. Kewajaran dan mengandung daya tarik penggalian kekayaan. Judul yang berhasil banyak ditentukan oleh sensitivitas pengarang terhadap kekuatan kata-kata. Judul harus mampu menggugah pembaca terhadap keinginannya buat mencari makna dari ceritanya. Judul kadang tak bisa dipisahkan dari cerpen dan merupakan kunci bagi isi cerpennya sendiri. Pembaca kadang bingung mencari arti sebuah cerpen, baru mendapatkan setelah melihat judulnya. Makna cerpen muncul dari sana.

Demikian 4 masalah yang menjadi kelemahan para penulis pemula dalam menghasilkan cerita pendek yang baik. Pemikiran diatas kami sarikan dari buku “Menulis Cerpen” yang diterbitkan tahun 1997 oleh Pustaka Pelajar, Yogyakarta karya Jacob Sumarjo. Semoga bermanfaat.

8 Elemen Komunikasi Massa yang Perlu Anda Ketahui


8 Elemen Komunikasi Massa yang Perlu Anda Ketahui
Elemen-elemen Komunikasi Massa - Sebagaimana dipahami bahwa komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Dengan kata lain, massa yang dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran media massa. Oleh karena itu, massa disini menunjuk kepada khalayak, audience, penonton, pemirsa, atau pembaca. Komunikasi massa merupakan komunikasi yang ditujukan kepada khalayak yang sangat banyak, atau biasa disebut massa. Tapi ini tidak berarti bahwa massa yang dimaksud adalah orang-orang yang hanyamenonton televisi atau membaca koran, melainkan dapat diartikan sebagai masyarakat dalam arti luas.

Selanjutnya dalam sejumlah referensi dikemukakan bahwa komunikasi massa merupakan komunikasi yang disalurkan melalui pemancar-pemancar audio dan atau visual. Komunikasi tentu saja akan lebih mudah dimengerti apabila didefinisikan dengan media penunjangnya, seperti televisi, radio, koran, majalah, buku, dan film. Adapun komponen atau elemen-elemen komunikasi massa yang perlu dipahami yakni:
 
1. Komunikator
 

Komunikator dalam komunikasi massa sangat berbeda dengan komunikator dalam bentuk komunikasi yang lain. Dengan kata lain, komunikator merupakan gabungan dari berbagaiindividu dalam sebuah lembaga media massa. Dengan demikian komunikator dalam sebuah komunikasi massa buka individu tetapi kumpulan orang yang bekerja sama satu sama lain.

2. Isi

Masing-masing media massa mempunyai kebijakan sendiri-sendiri dalam pengelolaan isinya. Isi media setidaknya dapat dibagi kedalam beberapa kategori, (1) Berita dan informasi, (2) Analisis dan interprestasi, (3) Pendidikan dan sosialisasi, (4) Hubungan masyarakat dan persuasi, (5) Iklan dan bentuk penjualan lainnya, dan (6) Hiburan

3. Audience

Audience yang dimaksudkan dalam komunikasi sangat beragam, dan jutaan penonton televisi, ribuan pembaca buku majaalah, koran atau jurnal ilmiah. Masing-masing audience berbeda satu sama lain diantaranya dalam hal berpakaian, berpikir, menanggapi pesan yang diterimanya, pengalaman, dan orientasi hidupnya. Akan tetapi, masing-masing individu bisa saling mereaksi pesan yang diterima.

4. Umpan Balik

Ada dua umpan balik (feedback) dalam komunikasi yaitu umpan balik langsung dan umpan balik tidak langsung. Di dalam komunikasi massa umpan balik biasanya tidak secara langsung. Artinya antar komunikator dengan komunikan dalam komunikasi massa tidak terjadi kontak langsung yang memungkinkan mereka mengadakan reaksi langsung satu sama lain. Umpan balik secara tidak langsung, misalnya bisa ditunjukan dalam letter to the editor/ surat pembaca/ pembaca menulis. Dalam rubrik ini biasanya sering kita lihat koreksi pembaca atas berita atau gambar yang ditampilkan media cetak. Tidak terkecuali dengan kritikan yang ditujukan pada pihak media yang bersangkutan. Kritikan yang ditujukan pada pada pihak lain berdasarkan berita yang pernah dimuat jugaa merupakan salah satu umpan balik tidak langsung yang dimaksud.

5. Gangguan
 

Gangguan dalam saluran komunikasi massa biasanya selalu ada. Ada yang disebut dengan gangguan saluran, adapula yang berupa gangguan semantik. Di dalam media gangguan berupa sesuatu hal, seperti kesalahan cetak, kata yang hilang, atau paragraf yang dihilangkan dari surat kabar. Termasuk gambar tidak jelas di pesawat tv, gangguan gelombang radio, baterai yang sudah aus, atau langganan majalah yang tidak datang. Kenyataannya, semakin kompleks teknologi yang digunakan masyarakat, semakin besar peluang munculnyas gangguan. Semakin banyak variasi program acara yang disajikan, semakin meningkat pula munculnya gangguan.

Sementara gangguan semantik bisa diartikan sebagai ilmu bahasa yang mempelajari tentang tata kalimat. Oleh sebab itu, gangguan sematik merupakan gangguan yang berhubungan dengan bahasa. Gangguan semantik lebih rumit, kompleks, dan sering kali muncul. Bisa dikatakan, gangguan semantik adalah gangguan dalam proses komunikasi yang diakibatkan oleh pengirim atau penerima pesan itu sendiri.

6. Gatekeeper
 

Di dalam komunikasi massa dengan salah satu elemennya adalah informasi, mereka yang bertugas untuk memengaruhi informasi itu (dalam media massa) bisa disebut dengan gatekeeper. Hal itu juga bisa dikatakan, gatekeeperlah yang memberi izin bagi tersebarnya sebuah berita. Dapat dikatakan bahwa dalam proses perjalanan sebuah pesan dari sumber media massa kepada penerimanya, gatekeeper ikut terlibat di dalamnya. Gatekeeper dapat berupa seseorang atau satu kelom pok yang dilalui suatu pesan dalam perjalanannya dari sumber kepada penerima.

7. Pengaturan

Yang dimaksud pengaturan dalam media massa adalah mereka yang secara langsung ikut mempengaruhi proses aliran pesan media massa. Pengaturan ini tidak berasal dalam media tersebut, tetapi diluar meida. Namun demikian, meskipun diluar media massa, kelompok itu bisa ikut menentukankebijakan redaksional. Pengaturan tersebut antara lain pengadilan, pemerintah, konsumen, organisasi profesional, dan kelompok penekan termasuk narasumber, dan pengiklan. Semua itu berfungsi sebagai pengatur.

8. Filter

Elemen komunikasi massa yang kedelapan yakni filter. Dalam komunikasi massa pesan yang disampaikan media pada umumnya ditujukan kepada massa (khalayak) yang heterogen. Khalayak yang heterogen ini akan menerima pesan melalui media sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, agama, usia, budaya. Oleh karena itu, pesan tersebut akan difilter (disaring) oleh khalayak yang menerimanya.

Filter merupakan kerangka berpikir melalui mana audience menerima pesan. Filter ibarat sebuah bingkai kacamata tempat audience bisa melihat dunia. Hal ini berarti dunia real yang diterima dalam memori sangat tergantung dari bingkai tersebut. Ada beberapa filter antara lain fisik, psikologi, budaya dan yang berkaitan dengan informasi. Filter dibagi menjadi 3 bagian yaitu (1) Filter psikologis, (2) Filter Fisik, dan (3) Filter Budaya (warisan budaya, pendidikan, pengalaman kerja, sejarah politik). Semua filter tersebut akan mempengaruhi kuantitas atau kualitas pesan yang di teima dan respons yang dihasilkan. Sementara itu, audience memiliki perbedaan filter satu sama lain (Hiebert, Ungurait, dan Bohn 1985). 


Asal Usul Bahasa, Fungsi & Keterbatasannya Dalam Komunikasi


Asal Usul Bahasa, Fungsi & Keterbatasannya Dalam Kemunikasi
Asal usul bahasa hingga kini belum ada teori apapun yang diterima luas. Hanya teori kontemporer yang mengatakan bahwa bahasa adalah eksistensi perilaku sosial manusia. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tidak terlepas dari komunikasi. Alat komunikasinya adalah bahasa. Ada beberapa bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi diantaranya yaitu bahasa tulis, bahasa lisan dan bahasa isyarat.

Para ahli banyak yang meyakini bahwa bahasa verbal berkembang dari :
a. Suara dasar (basic sound)
b. Gerak gerik tubuh (gestures)

Nenek moyang kita yang disebut Cro Magnon berkomunikasi melalui simbol-simbol seperti tulang, tanduk dan lain sebagainya sampai ada pada tahap perkembangan selanutnya, antara 35.000 sampai 40000 tahun lalu, mereka menggunakan bahasa lisan. Karena Cro Magnon dapat berpikir lewat bahasa, mereka mampu membuat rencana, konsep berburu dengan cara yang lebih baik dan mempertahankan diri lebih efektif. Perkembangan bahasa itu menggambarkanatau mereflesikan suatu keadaan dalam sosial masyarakat., seperti: kelas (class),jenis kelamin (gender), profesi (profession), tingkat umur (age group), dan tingkat faktor sosial lainnya (sumber: Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi:Teori dan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009 Hlm. 11)

Fungsi Bahasa


Terkait dengan fungsi bahasa dalam komunikasi sangat dekat dengan aktivitas kita. Bahkan manusia tidak dapat lepas dari bahasa. Terbukti dari penggunaannya untuk percakapan sehari-hari, tentu ada peran bahasa yang membuat satu sama lain dapat berkomunikasi, saling menyampaikan maksud. Tak hanya dalam bentuk lisan, tentu saja bahasa juga digunakan dalam bentuk tulisan. Kita sering tidak menyadari pentingnya bahasa, karena kita sepanjang hidup menggunakannya.

Kerap kita baru menyadari bahwa bahasa itu penting ketika kita menemui jalan buntu dalam menggunakan bahasa misalnya ketika kita berupaya berkomunikasi dengan orang yang sama sekali tidak memahami bahasa kita yang membuat kita frustasi, ketika kita sulit menerjemahkan suatu kata, frase, atau kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain.

Keistimewaan bahasa sebagai sarana transmisi informasi yang lintas waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain bergantung tidak hanya pada bahasa yang sama dan makna yang sama kita berikan kepada kata-kata.

Semakin jauh perbedaan antara bahasa bahasa yang kita gunakan dengan bahasa mitra komunikasi kita semakin sulit bagi kita untuk mencapai saling pengertian.Tanpa bahasa kita tidak mungkin bertukar informasi, kita tidak mungkin menghadirkan semua objek dari tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi kita (Mulyana, 2011).

Berkaitan dengan fungsi bahasa, dikemukakan oleh larry L. Barker sebagaimana yang dikutif dalam Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2011, Hlm. 265-268. Dikemukakan bahwa bahasa memiliki tiga fungsi yakni:

a. Penamaan (naming atau labeling)

Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi

b. Interaksi (interaction)

Fungsi bahasa yang kedua adalah fungsi Interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.

c. Transmisi (transmission)

Informasi yang kita terima setiap hari, sejak bangun tidur, tidur kembali, dari orang lain secara langsung maupun tidak langsung (dari media massa).

Keterbatasan Bahasa dalam Komunikasi Verbal

Bahasa yang merupakan komunikasi verbal yang digunakan manusia memiliki porsi 35% dari keseluruhan komunikasi manusia, oleh sebab itu ada beberapa keterbatasan bahasa dalam penggunanya, yakni:

a. Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek

Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian kata-kata pada dasarnya bersifat persial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak.

b. Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual

Kata-kata bersifat ambigu adalah kata yang mempresentasikan persepsi interpretasi orang-orang yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda. Kata berat juga ambigu yang mempunyai makna yang nuansanya beraneka ragam. Misalnya: “Tubuh orang ini berat”, “Kepala saya berat”.

c. Kata-kata yang mengandung bias budaya

Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama. Bahasa dapat dipandang sebagai perluasan budaya dan setiap bahasa menunjukkan suatu dunia simbolik yang khas, yang melukiskan realitas pikiran, pengalaman batin, dan kebutuhan pemakai.

Demikian secara ringkas tentang asal usul bahasa, fungsi bahasa dalam kehidupan manusia serta beberapa keterbatasannya dalam kehidupan manusia terutama dalam konteks komunikasi verbal.

Contoh Dialog Komunikasi Terapeutik Pada Lansia


Contoh Dialog Komunikasi Terapeutik berikut ini adalah contoh komunikasi terapeutik kepada lansia khususnya pasien yang mengalami hipertensi. Dialog kami sajikan dari fase persiapan atau fase pra interaksi, tahap perkenalan, tahap kerja, sampai pada tahap akhir yakni tahap terminasi. Berikut penjelasan dan contoh dialognya:

1. Fase Pra Interaksi (Fase Persiapan)

Sebelum berjumpa dengan pasien sebaik nya perawat mengetahui terlebih dahulu berbagai hal diantaranya: indentitas, alamat, pekerjaan dan penyakit yang saat ini sedang diderita oleh pasien, sehingga perawat pada tahap ini secara tidak langsung sudah berkenalan dengan pasien.

2. Tahap Orientasi (Tahap Perkenalan)

Pada tahap ini perawat sudah datang dan bertatap langsung dengan pasien dengan melihat kondisinya secara langsung. Fase ini disebut juga dengan fase perkenalan. Adapun contoh dialognya adalah sebagai berikut:
 
Perawat : Selamat pagi ibu….
Pasien    : Pagi ………..
Perawat : Apa ini benar dengan ibu Yani ……….?
Pasien    : Ia benar na …..
Perawat : Perkenal kan bu’ saya perawat Agus…. Saya yang akan memeriksa ibu pagi hari
               menggantikan piket nya perawat Nining yang biasa 
               memeriksa ibu’…. (senyum lalu bertanya) “ Bagaimana keadaan ibu hari ini …?
Pasien    : Oh iya…., keadaan saya hari ini udah sedikit mendingan dari yang kemarin…
perawat : syukur deh bu…. berarti itu tanda nya ibu akan segera pulih kembali

Pada tahap ini walaupun kita telah mengetahui nama pasien akan tetapi agar lebih dekat sebaiknya kita kembali menanyakan nama pasien, inilah titik awal kerja sama antar perawat dengan pasien.

3. Tahap Kerja

Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari komunikasi terapeutik. Pada tahap ini sudah masuk pada rencana apa yang akan kita berikan sebagai seorang perawat.

Perawat : Apakah saya bisa mula memeriksa ibu’……
Pasien    : iya bisa na Agus ……
Perawat : Saya akan memulai dengan memeriksa tekanan darah ibu
               Bisa kah ibu menjulur kan tangan ibu..
Pasien    : Oh iya bisa na….
Perawat : tekanan darah ibu saat ini 120/80 MmHg ….. lebih baik dari kemarin… 
               yang saya lihat di catatan darah ibu’ 140/90 MmHg..
Pasien    : oohh iya ….? akan tetapi saya sedikit takut karna kepala saya 
              sampai saat ini masih terasa pusing seperti beputar – putar …. 
              Apakah itu tak mengapa ?
Perawat : ooohhh ngga’ kok bu’ itu adalah hal yang wajar akan tetapi seiring
              dengan waktu rasa pusing yang ibu rasa kan akan perlahan–lahan hilang.
Pasien    : Apakah sebaik nya itu tidak diberikan obat saja oleh dokter na Agus…. ?
Perawat : Oohh ngga’ perlu di berikan obat itu bu’ karna ditakutkan jika ibu banyak
               mengonsumsi obat bukan malah sembuh penyakit ibu akan tetapi lebih parah….
Pasien    : Ohh ya na… ? baik lah …. Jika begitu terima kasih untuk saran nya ….
Perawat  : Sama – sama ibu ….

4. Tahap Terminasi

Tahapan Ini merupakan akhir dari pertemuan, dimana seorang perawat harus berpisah dengan seorang pasien.

Perawat : Apakah ibu masih ingin bertanya ….
Pasien    : Tidak na Agus….
Perawat : baiklah, jika ibu sudah tidak ingin bertanya lagi maka saya izin permisi ya ibu, 
               nanti saya akan sering-sering melihat perkembangan ibu.
Pasien    : Baik na ….
Perawat : Permisi ibu, selamat pagi….
Pasien    : Selamat pagi….

Demikian secara sederhana contoh dialog komunikasi terapeutik pada lansia yang pada contoh kali ini adalah dialog komunikasi terapeutik pada pasien hipertensi.

Pengertian dan Persiapan Dasar Presentasi Menurut Para Ahli

Pengertian Presentasi Menurut Para Ahli – dan beberapa persiapan dasar dalam melakukan presentasi perlu dipahami dengan baik. Banyak orang mengalami suatu dilema, merasa gugup, dan tidak tahu apa yang harus disampaikan atau diperbuat dalam menghadapi banyak orang dalam suatu presentasi. Bahkan merasa sangat takut baik sebelum maupun pada saat menyampaikan presentasi. Semua itu merupakan hal yang wajar. Bahkan bagi seorang profesional sekalipun yang suadah terbiasa melakukan presentasi, masih mengalami hal yang sama. Ini merupakan sesuatu yang perlu disiasati bukan untuk ditakuti.

Sebelum menguraikan persiapan dasar untuk melakukan presentasi, yang perlu dipahami adalah pengertian presentasi itu sendiri. Terdapat beberapa pengertian presentasi menurut para ahli yang diuraikan sebagai berikut.

Merujuk pada pendapat Titik Triwidodo dan Djoko Kristanto (2004:157) pengertian presentasi yaitu suatu bentuk laporan lisan mengenai suatu fakta tertentu kepada komunikan”. Hal ini berarti bahwa presentasimerupakan salah satu bentuk komunikasi verbal yaitu salah satu bentuk komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada pihak lain melalui tulisan atau lisan. Dengan penyampaian pesan secara tulisan atau lisan ini diharapkan orang dapat memahami apa yang disampaikan oleh pengirim pesan dengan baik.

Sedangkan menurut Erwin Sutomo (2007:1), pengertian presentasi adalah suatu kegiatan aktif dimana seorang pembicara menyampaikan dan mengkomunikasikan ide serta informasi kepada sekelompok audiens. Dari pernyataan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan jika presentasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara aktif dengan melibatkan orang lain selain pembicara, sehingga pembicara harus mampu membuat presentasi menarik untuk diikuti. Pada umumnya audiens merasa bosan karena topik yang dibicarakan kurang menarik atau pembicara kurang mampu menyampaikan materi dengan baik.

Sutrisna Dewi (2007:207) mengemukakan bahwa “Mereka melakukan presentasi untuk menyampaikan informasi baik kepada pihak intern maupun ekstern perusahaan”. Dari kutipan tersebut menerangkan bahwa sasaran penyampaian informasi dalam presentasi bisa berasal dari pihak intern maupun ekstern perusahaan. Pembicara harus dapat menyesuaikan gaya bicara atau cara penyampaian informasi sesuai dengan latar belakang audiens, sehingga tujuan dalam melakukan presentasi dapat tercapai. Sebelum melakukan presentasi, pembicara juga harus sudah mengetahui latar belakang audiens dengan harapan dapat mengukur situasidan membuat persiapan atas segala kondisi atau pertanyaan yang mungkin muncul dari audiens.

B. Curtis, James J. Floyd, dan Jerry L. Winsor (1992:219) mengemukakan bahwa presentasi bisnis adalah bentuk komunikasi yang berorientasi pada proposal, yang disajikan dalam suatu lingkungan bisnis kepada khalayak yang relatife homogen (lebih banyak persamaan daripada perbedaanya) dari berbagai tingkatan. Presentasi ini berfungsi untuk menyampaikan informasi dan mempengaruhi pengambil keputusan. Berbagai alat bantu multimedia digunakan secara khusus melalui mode penyampaian yang interaktif (yaitu sumber dan penerima berinteraksi secara verbal).

Pernyataan di atas memuat karakteristik presentasi yaitu materi presentasi bisnis yang disampaikan berorientasi pada proposal dan disajikan kepada audiens yang sebagian besar berasal dari latar belakang yang sama namun dari berbagai tingkatan. Misalnya presentasi di suatu perusahaan mengenai produk yang akan dipasarkan, audiens berasal dari staff-staff inti khususnya yang menangani penjualan dan pemasaran dari berbagai tingkatan.

Menurut Terra C. Triwahyuni dan Abdul Kadir (2004:1), presentasi merupakan kegiatan yang penting dalam mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain dengan berbagai tujuan, misalnya untuk menarik audiensi agar membeli produk, menggunakan jasa, atau untuk kepentingan orang lain”. Hal ini menjelaskan bahwa presentasi mempunyai berbagai macam tujuan. Penyampaian presentasi disesuaikan dengan maksud dan tujuan disampaikannya presentasi.

Dalam buku yang diterbitkan atas kerjasama Penerbit Andi dengan Wahana Komputer Semarang yang berjudul Panduan Praktis Membuat Presentasi dengan Microsoft Power Point XP (2005:1) terdapat kalimat, “Presentasi digunakan untuk menjelaskan ide, rencana, pelaksanaan, dan hasil dari suatu kegiatan secara lisan. Semakin menarik suatu presentasi, semakin mudah audience memahami penjelasan pemapar”.

Pengertian presentasi ini menegaskan bahwa untuk menyajikan presentasi lebih menarik hendaknya disampaikan dengan menggunakan alat bantu audio-visual. Penggunaan alat bantu dan fasilitas yang tepat dapat memberikan keuntungan bagi pembicara karena semakin memperjelas materi yang disampaikan. Audiens juga merasa lebih tertarik apabila penyampaian materi didukung dengan adanya gambar-gambar sertadilengkapi dengan suara atau video, sehingga tidak cepat merasa bosan.

Sedangkan menurut Djoko Purwanto (2003:247), secara umum presentasi memiliki empat tujuan pokok, yaitu :

1. Menginformasikan pesan-pesan bisnis kepada audiens
2. Menghibur audiens
3. Menyentuh emosi audiens
4. Memotivasi audiens untuk bertindak sesuatu.

Hal ini berarti bahwa presentasi memiliki bermacam-macam tujuansesuai dengan isi materi yang ingin disampaikan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, seorang presenter harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, baik yang berkaitan dengan persiapan mental, pemahaman materi yang akan disampaikan, alat bantu yang digunakan, dan pemahaman yang baik terhadap audeins.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian presentasi yaitu: suatu kegiatan komunikasi lisan mengenai penyampaian gagasan atau fakta tertentu kepada orang lain dengan berbagai tujuan.

Persiapan Dasar Melakukan Presentasi

Secara garis besar persiapan dalam melakukan presentasi meliputi penguasaan materi yang akan disampaikan, penguasaan alat bantu, analisis audiens dan analisi lingkungan atau lokasi tempat berlangsungnya presentasi. Djoko Purwanto (2003:248) menerangkan beberapa persiapan dasar yang dilakukan untuk mempersiapkan presentasi bisnis yang baik, antara lain :

a. Penguasaan terhadap topik atau materi yang akan dipersembahkan.

Sebelum melakukan presentasi hendaknya presenter telah menguasai materi yang akan disampaikan agar apa yang akan disampaikan dapat dimengerti oleh audiens. Presenter yang tidak menguasai materi tidak hanya akan membingungkan audiens tetapi juga akan memberikan citra (image ) yang kurang baik terhadap pembicara tersebut.

b. Penguasaan berbagai alat bantu presentasi dengan baik.

Untuk dapat menyajikan presentasi yang menarik dibutuhkan beberapa alat bantu presentasi. Penguasaan terhadap beberapa alat bantu ini akan sangat membantu pembicara dalam menyampaikan sehingga audiens dapat lebih mengingat isi pembicaraan.

c. Menganalisis siapa audiens anda.

Presenter dapat melakukan pendekatan terhadap audiens dengn menggunakan kata tanya seperti: apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimanan, maka pembicara dapat mengetahui dan menganalisa siapa saja audiens yang hadir dan menentukan pendekatan yang tepat dalam penyampaian presentasi. Contohnya, pertanyaan tersebut dapat diajukan kepada panitia/Even Organizer yang mengundang anda untuk berpresentasi atau dapat diajukan langsung kepada beberapa audiens pada awal presentasi.

d. Menganalisis berbagai lingkungan, lokasi, atau tempat untuk presentasi.

Hendaknya pembicara mengenali lokasi tempat berlangsungnya presentasi sebelum acara berlangsung. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pembicara menentukan alat bantu presentasi yang sesuai dan memperkirakanjumlah audiens sehingga pembicara mendapatkan cukup gambaran dalam melakukan persiapan yang lebih matang.

Menurut Hudoro Sameto (2000:15), “Dalam membuat persiapan, kita dapat menggunakan patokan LIMA LANGKAH SUKSES (5 LS)”. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Survey
2. Analisis
3. Rencana/bagan
4. Aktualisasi/realisasi
5. Pencatatan dan evaluasi

Demikian penjelasan pengertian presentasi menurut para ahli dan sejumlah persiapan dasar yang dilakukan oleh penyaji atau presenter.

Pengertian & Pengukuran Efektivitas Iklan Menurut Para Ahli

Pengertian Efektivitas Iklan Menurut Para Ahli – mengarah pada sejauh mana sebuah iklan mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu seberapa tinggi efektivitas iklan diperlukan pengukuran. Tanpa dilakukannya pengukuran efektivitas tersebut akan sulit diketahui apakah tujuan perusahaan dapat dicapai atau tidak. Menurut Cannon, et al (2009) bahwa efektivitas bergantung pada sebaik apa medium tersebut sesuai dengan sebuah strategi pemasaran yaitu, pada tujuan promosi, pasar target yang ingin dijangkau, dana yang tersedia untuk pengiklanan, serta sifat dari media, termasuk siapa yang akan dijangkau, dengan frekuensi seberapa sering, dengan dampak apa, dan pada biaya berapa besar.

Kemudahan pemahaman merupakan indikator yang penting dalam efektivitas pesan. Laskey et al (dalam Indriarto, 2006) menyatakan bahwa efektivitas suatu iklan bergantung pada apakah konsumen mengingat pesan yang disampaikan,memahami pesan tersebut, terpengaruh oleh pesan dan tentu saja pada akhirnya membeli produk yang diiklankan. Efektivitas iklan juga dapat diukur dengan menggunakan Epic model (Bram, 2005). Epic Model mencakup empat dimensi kritis yaitu empati (empathy), persuasi (persuasion), dampak (impact) dan komunikasi (communications).

Dalam menjelaskan pengertian efektivitas iklan, Shimp (2003) menyatakan bahwa iklan disebut efektif bila mencapai tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pengiklan. Pada taraf minimum, iklan yang efektif memiliki beberapa pertimbangan berikut :

  1. Iklan harus memperpanjang suara strategi pemasaran. Iklan bisa jadi efektif hanya bila cocok dengan elemen lain dari strategi komunikasi pemasaran yang diarahkan dengan baik dan terintegrasi.
  2. Periklanan yang efektif harus menyertakan sudut pandang konsumen. Para konsumen membeli manfaat-manfaat produk, bukan atribut. Oleh karena itu iklan harus dinyatakan dengan cara yang berhubungan dengan kebutuhan,keinginan, serta apa yang dinilai oleh konsumen.
  3. Periklanan yang efektif harus persuasif. Persuasi biasanya terjadi ketika produk yang diiklankan dapat memberikan keuntungan tambahan bagi konsumen.
  4. Iklan harus menemukan cara yang unik untuk menerobos kerumunan iklan. Para pengiklan secara kontinyu berkompetisi dengan para pesaingnya dalam menarik perhatian konsumen.
  5. Iklan yang baik tidak pernah menjanjikan lebih dari apa yang bisa diberikan. Intinya adalah menerangkan dengan apa adanya, baik dalam pengertian etika serta dalam pengertian bisnis yang cerdas.
  6. Iklan yang baik mencegah ide kreatif dari strategi yang berlebihan. Tujuan iklan adalah mempersuasi dan mempengaruhi. Penggunaan humor yang tak efektif mengakibatkan orang hanya ingat humornya saja, tetapi melupakan pesannya.
Iklan yang efektif biasanya kreatif, yakni bisa membedakan dirinya dari iklan-iklan massa yang sedang-sedang saja. Iklan yang sama dengan sebagian besar iklan lainnya tidak akan mampu menerobos kerumunan iklan kompetitif dan tidak akan menarik perhatian konsumen. Jack Smith (dalam Shimp, 2003), menggambarkan kreativitas sebagai suatu sensitivitas terhadap sifat alami manusia serta kemampuan untuk mengkomunikasikannya. Iklan kreatif yang terbaik hadir dari suatu pemahaman tentang apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang-orang. Secara keseluruhan, iklan yang efektif, kreatif, harus menghasilkan dampak abadi secara relatif terhadap konsumen.

Dengan kata lain, iklan harus membuat suatu kesan. Suatu periklanan dikatakan efektif jika pesan yang disampaikan mudah dicerna dan dimengerti oleh masyarakat, serta mengandung informasi yang benar sehingga masyarakat (konsumen) dapat mencermati informasi tersebutdengan sudut pandang yang benar. Menurut Rangkuti (2009:337), efektivitas periklanan dapat diukur dari:

  1. Dampak atau pengaruh komunikasi dari suatu iklan, yaitu potensi pengaruhnya pada kesadaran, pengetahuan, dan preferensi.
  2. Dampak atau pengaruh terhadap penjualan, yang lebih sulit diukur dari pada dampak komunikasi karena penjualan dipengaruhi oleh banyak faktor selain iklan, seperti tampilan produk, harga, ketersediaan, dan tindakan pesaing.
Demikian uraian pengertian efektivitas iklan dan pengukurannya menurut para ahli. Dapat disimpulkan bahwa semakin efektif suatu iklan maka pencapaian tujuan pengiklan atau perusahaan akan lebih mudah.

Pengertian, Asumsi, dan Hambatan Komunikasi Antar Budaya


Pengertian Komunikasi Antar Budaya - pada hakikatnya dapat diartikan sebagai komunikasi yang lakukan oleh dua atau lebih orang dengan latarbelakang budaya yang berbeda. Seperti pendapat Liliweri (2004: 9-15) yang menyatakan bahwa komunikasi antar budaya adalah pernyataan diri antar pribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latarbelakang budaya. Dalam buku “Intercultural communication: A Reader” juga dikemukakan bahwa komunikasi antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan (message) yang harus dimengerti, dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar & Porter, 1994, p. 19).

Selain memahami pengertian komunikasi antar budaya, patut diketahui pula sejumlah asumsi dari komunikasi antar budaya:

  1. Komunikasi antar budaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dan komunikan
  2. Dalam komuniksi antarbudaya terkandung isi dan relasi antar pribadi
  3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antar budaya
  4. Komunikasi antar budaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian
  5. Komunikasi berpusat pada kebudayaan
  6. Efektifitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya
Merujuk pada pendapat Habermas, bahwa dalam setiap proses komunikasi (apapun bentuknya) selalu ada fakta dari semua situasi yang tersembunyi di balik para partisipan komunikasi. Menurutnya, beberapa kunci iklim komunikasi dapat ditunjukkan oleh karakteristik antara lain; suasana yang menggambarkan derajat kebebasan, suasana dimana tidak ada lagi tekanan kekuasaan terhadap peserta komunikasi, prinsip keterbukaan bagi semua, suasana yang mampu memberikan komunikator dan komunikan untuk dapat membedakan antara minat pribadi dan minat kelompok. Dari sini bisa disimpulkan bahwa iklim komunikasi antarbudaya tergantung pada tiga dimensi, yakni perasaan positif, pengetahuan tentang komunikan dan perilaku komunikator (Liliweri, 2004: 48)

Samovar dan Porter mengatakan, untuk mengkaji komunikasi antarbudaya perlu dipahami hubungan antara kebudayaan dengan komunikasi. Melalui pengaruh budayalah manusia belajar komunikasi, dan memandang dunia mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep, dan label - label yang dihasilkan kebudayaan. Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip pula terhadap suatu objek sosial atau peristiwa. Cara-cara manusia berkomunikasi, keadaan berkomunikasi, bahkan bahasa dan gaya bahasa yang digunakan, perilaku-perilaku non-verbal merupakan respons terhadap dan fungsi budaya (Liliweri, 2001: 160).

Komunikasi yang berjalan dengan baik menjadi suatu tantangan dalam berlangsungnya komunikasi antar budaya. Ketika makna dan pemahaman sama sekali berbeda, maka pesan yang di sampaikan bisa saja tidak sampai atau menjadi berbeda maksudnya.

Fisher berpendapat, untuk mengatakan bahwa makna dalam komunikasi tidak pernah secara total sama untuk semua komunikator, adalah dengan tidak mengatakan bahwakomunikasi adalah sesuatu yang tak mungkin atau bahkan sulit tapi karena komunikasi tidak sempurna (Gudykunst dan Kim, 2003: 269 -270). Jadi untuk mengatakan bahwa dua orang berkomunikasi secara efektif maka keduanya harus meraih makna yang relatif sama dari pesan yang dikirim dan diterima (mereka menginterpretasikan pesan secara sama). Sedangkan komunikasi yang tidak efektif dapat terjadi karena berbagai alasan ketika kita berkomunikasi dengan orang lain.

Hambatan Komunikasi Antar Budaya

Dalam berkomunikasi, senantiasa diperhadapkan dengan hambatan komunikasi (communication barrier) yakni segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif (Chaney & Martin, 2004: 11). Contoh dari hambatan komunikasi antarbudaya adalah kasus anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan di Jepang anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya berarti bahwa orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai komunikasi antar budaya maka hambatan komunikasi semacam ini dapat kita lalui.

Jenis-Jenis Hambatan Komunikasi Antar Budaya

Hambatan komunikasi (communication barrier) dalam komunikasi antar budaya (intercultural communication) bisa diibaratkan sebagai fenomena gunung es dimana masalahnya besar namun tidak terlihat karena tersembunyi di bawah air. Faktor-faktor hambatan komunikasi antar budaya yang tersembunyi adalah faktor - faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang, hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah norma (norms), stereotipe (stereotypes), aturan (rules), jaringan (networks), nilai (values), dan grup cabang (subcultures group).

Dalam tulisan ini, terdapat sembilan jenis hambatan komunikasi antar budaya yang berada di atas air (above waterline). Hambatan komunikasi semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik. Hambatan-hambatan tersebut adalah (Chaney & Martin, 2004, p. 11 – 12):

1. Fisik (Physical)

Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.

2. Budaya (Cultural)

Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya.

3. Persepsi (Perceptual)

Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda -beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda- beda.

4. Motivasi (Motivational)

Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.

5. Pengalaman (Experiantial)

Experiental adalah jenis hambatan komunikasi antar budaya yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu.

6. Emosi (Emotional)

Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.

7. Bahasa (Linguistic )

Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan.

8. Non-verbal

Hambatan non-verbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada penerima pesan.

9. Kompetisi (Competition)

Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya adalah menerima telepon selular sambil menyetir, karena melakukan dua kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepon selularnya secara maksimal.

Demikian uraian pengertian komunikasi antar budaya, sejumlah asumsi-asumsi yang dibangun serta sembilan jenis hambatan komunikasi antar budaya, Semoga bermanfaat untuk menambah referensi. 

Pengertian, Karakteristik & Tujuan Komunikasi Interpersonal

Pengertian Komunikasi Interpersonal - Seseorang dikatakan sedang berkomunikasi dengan orang lain, apabila keduanya selain mengerti bahasa yang digunakan, juga mengerti makna dari bahan yang menjadi topik dalam komunikasi. Sebab mengerti bahasa saja belum cukup, yang tak kalah penting mengerti makna yang terkandung dalam bahasa itu, agar terjadi komunikasi yang berlangsung baik dan komunikatif. Jadi dalam komunikasi minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat komunikasi.

Secara konstektual, komunikasi interpersonal digambarkan sebagai suatu komunikasi antara dua individu atau sedikit individu, yang mana saling berinteraksi, saling memberikan umpan balik satu sama lain. Namun memberikan definisi konstektual saja tidak cukup untuk menggambarkan komunikasi interpersonal karena setiap interaksi antara satu individu dengan individu lain berbeda-beda. Berikut kami share sejumlah pendapat para ahli sehubungan dengan pengertian, karakteristik dan tujuan komunikasi interpersonal.

Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah hubungan antar manusia (human relation) yang menunjuk kepada interaksi atau seperangkat keterampilan untuk berkomunikasi secara efektif. Baik secara verbal maupun non verbal dengan ciri langsung, kedekatan secara fisik, melibatkan kepercayaan, keterbukaan, keakraban, dan kehangatan dalam dalam kadar tertentu (Mapiare, 2006:179).

Menurut Devito (1989) dalam Sugiyo (2005:3) mendefinisikan komunikasi interpersonal adalah bentuk pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dangan efek dan umpan balik yang langsung. Supratiknya (1995:30) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal sebagai setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun non verbal yang ditanggapi oleh orang lain.

Selain itu Effendi (1989) dalam Sugiyo (2005:3) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dan komunikan. Komunikasi jenis ini diangggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis dan berupa percakapan.

Sementara dari situs Wikipedia komunikasi interpersonal didefinisikan dengan redaksi: Interpersonal communication is usually defined by communication scholars in numerous ways, usually describing participants who are dependent upon one another and have a shared history. Communication channels, the take to distinct form: direct and indirect. Yang diterjemahkan bahwa: komunikasi antar pribadi biasanya diartikan oleh para ahli komunikasi dengan berbagai cara, biasanya menggambarkan peserta yang tergantung pada satu sama lain dan memiliki kepentingan bersama. Saluran komunikasi atau media yang membawa pesan dari pengirim ke penerima pesan, mengambil dua bentuk yang berbeda langsung dan tidak langsung.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal adalah suatu kegiatan pengiriman pesan dari komunikator kepada komunikan dengan ciri-ciri:
  1. Berupa seperangkat keterampilan untuk berkomunikasi secara efektif, langsung, kedekatan secara fisik, melibatkan kepercayaan, keterbukaan, keakraban, dan kehangatan dalam dalam kadar tertentu.
  2. Terdapat efek dan umpan balik yang langsung.
  3. Dilakukan dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis dan berupa percakapan.
Karakteristik Komunikasi Interpersonal
Supratiknya (1995:30) dalam mendeskripsikan karakteristik komunikasi interpersonal menyatakan bahwa, terdapat lima karakteristik komunikasi interpersonal yaitu: keterbukaan (openness), empati, dukungan, rasa positif (positiveness), dan kesamaan (equality).
  1. Keterbukaan atau openness adalah suatu sikap dimana tidak ada perasaan tertekan ketika melakukan kegiatan komunikasi yang ditandai dengan kesediaan untuk jujur dalam menyampaikan apa yang sedang dirasakan dan sedang dipikirkan.
  2. Empati, adalah suatu sikap ikut merasakan apa yang dirasakan oleh lawan bicara, yang ditandai dengan kesediaan mendengarkan dengan sepenuh hati, merespon secara tepat setiap perilaku yang muncul dalam kegiatan komunikasi.
  3. Dukungan yaitu suatu sikap memberikan respon balikan terhadap apa yang dikemukakan dalam kegiatan komunikasi, sehingga dalam kegiatan komunikasi terjadi pola dua arah.
  4. Rasa positif, adalah suatu perasaaan memandang orang lain dalam kegiatan komunikasi sebagai manusia. Hal ini ditandai dengan sikap tidak mudah men judge dalam setiap kegiatan interaksi dalam komunikasi.
  5. Kesamaan, adalah suatu kondisi dimana dalam kegiatan komunikasi terjadi posisi yang sama antara komunikan dankomunikator, tidak terjadi dominasi antara satu dengan yang lain. hal ini ditandai arus pesan yang dua arah.
Sementara menurut Sugiyo (2005:5) mengemukakan bahwa ada sepuluh karakteristik komunikasi interpersonal yang merupakan karakteristik utama yaitu:
  1. Keterbukaan, yakni adanya kesediaan antara dua belah pihak untuk membuka diri dan mereaksi kepada orang lain, merasakan pikiran dan perasaan oranglain.
  2. Adanya empati dari komunikator, yaitu suatu penghayatan terhadap perasaan orang lain atau turut merasakan apa yang dirasakan orang lain.
  3. Adanya dukungan dan partisipasi, yang menurut devito dalam sugiyo (2005:6) bahwa keterbukaan dan empati tidak dapat bertahan lama tanpa adanya sikap saling mendukung dalam kegiatan komunikasi.
  4. Rasa positif, yaitu kecenderungan bertindak kepada komunikator denagn memberikan penilaian positif terhadap komunikan.
  5. Kesamaan, kesamaan menunjukan kesetaraan antara komunikator dan komunikan. Dalam komunikasi antar pribadi, kesetaraan ini merupakan ciri yang penting dalam keberlangsungan dan bahkan keberhasilan komunikasi antarpribadi.
  6. Arus pesan yang cenderung dua arah, yaitu adanya hubungan antara komunikator dan komunikan saling member dan menerima informasi.
  7. Tatap muka, yaitu suatu komunikasi yang berlangsung secara langsung dan adanya ikatan psikologis serta saling mempengaruhi secara intens.
  8. Tingkat umpan balik yang tinggi, adalah bahwa apa yang disampaikan dalam komunikasi sudah sampai kepada penerima, yang ditandai dengan ketergantungan interaktif.
  9. Interaksi minimal dua orang, yaitu bahwa dalam komunikasi antarpribadi sekurang-kurangnya melibatkan dua orang.
  10. Adanya akibat yang disengaja maupun yang tidak disengaja, direncanakan atau tidak direncanakan. Yaitu suatu akibat yang ditimbulkan dari komunikasi interpersonal sebagai akibat dari seberapa banyak informasi yang diperoleh komunikan dan komunikator yang berdampak pada hubungan dalam kegiatan komunikasi.
Dari penjelasan diatas dapat dirangkum bahwa komunikasi interpersonal memiliki empat karakteristik umum yang harus dimiliki sebuah komunikasi agar dapat dikatakan sebagai komunikasi interpersonal, yaitu keterbukaan atau openness, empati, dukungan, rasa positif (positiveness), dan kesamaan (equality).

Tujuan Komunikasi Interpersonal

Setiap kegiatan manusia memiliki tujuan, tak terkecuali komunikasi antarpribadi. Menurut Supratiknya (1995:30) komunikasi interpersonal memiliki lima tujuan utama dalam pelaksanaanya, yang meliputi:
  1. Belajar maksudnya dengan komunikasi individu dapat mengetahui dunia luar, luas wawasannya.
  2. Berhubungan menjalin relasi dengan individu lain dan optimalisasi dalam menilai diri dan individu lain secara positif
  3. Mempengaruhi mempengaruhi orang lain untuk mengikuti apa yang dikemukakan komunikator berpartisipasi dalam kegiatan bersama.
  4. Bermain. Mencapai tujuan kesenangan dan mencapai kesejahteraan bersama.
  5. Membantu membantu orang lain yang memiliki masalah.
Sementara itu, merujuk pada pendapat Sugiyo (2005:11), dikatakan bahwa terdapat sembilan tujuan komunikasi interpersonal yaitu:
  1. Menemukan diri sendiri
  2. Menemukan dunia luar
  3. Membentuk dan memelihara hubungan yang bermakna
  4. Mengubah sikap dan perilaku sendri dan orang lain
  5. Barmain dan hiburan
  6. Belajar
  7. Mempengaruhi orang lain
  8. Merubah pendapat orang lain
  9. Membantu orang lain
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam komunikasi antarpribadi memiliki tujuan yang sangat banyak. Akan tetapi secara garis besar komunikasi antarpribadi dilakukan dengan tujuan dalam upaya pemenuhan kebutuhan sosiopsikologis manusia,

Berkomunikasi antarpribadi, atau secara ringkas berkomunikasi, merupakan keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Selain itu, ada sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan lewat komunikasi dengan sesamanya.

Dapat disimpulkan bahwa proses penyampaian informasi, pikiran dan sikap tertentu antara dua orang atau lebih yang terjadi pergantian pesan baik sebagai komunikan maupun komunikator dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian, mengenai masalah yang akan dibicarakan yang akhirnya diharapkan terjadi perubahan perilaku merupakan pengertian komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribad.

Pengertian, Unsur Kelayakan & Nilai Berita dalam Jurnalistik



Pengertian Berita – Secara umum, berita merupakan laporan mengenai peristiwa yang ada di masyarakat dan sekitarnya yang disampaikan melalui media massa. Ermanto (2005: 78) dalam bukunya mengatakan bahwa sebagai mahluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan media atau informasi untuk menambah wawasannya dan mendewasakan alam berpikirnya.


M. Atar Seni (1995: 11) menyatakan bahwa berita adalah cerita atau laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang faktual yang baru dan luar biasa sifatnya. Sementara J.B. Wahyudi (Djuroto, 2004:47) memberikan definisi tentang berita yakni sebagai laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai yang penting dan menarik bagi sebagian khalayak, bersifat baru dan dipublikasikan secara luas melalui media massa. Peristiwa atau pendapat tidak akan menjadi berita, bila tidak dipublikasikan media massa secara periodik.


Selanjutnya Dja’far H Assegaf (1991: 24) mengemukakan pengertian berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang terkini, yang dipilih staf redaksi suatu harian untuk dis iarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca. Definisi lainnya dikemukakan oleh Sumadiria (Sumadiria, 2005:65) yakni, berita adalah suatu laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik, dan penting bagi sebagian besar khalayak,melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online  internet. 


Charles A. Dana pada tahun 1982. Ia mengatakan bukanlah sebuah berita jika seekor anjing menggigit orang, tetapi jika orang menggigit anjing, barulah dapat dikatakan berita (Assegaf, 1991:22). Batasan Charles ini sesungguhnya tidak benar. Jika yang digigit seekor anjing adalah seseorang yang sangat terkenal seperti Gubernur atau artis maka itu tetap akan menjadi sebuah berita yang besar. Namun jika peristiwa tersebut tidak akan menjadi berita bila tidak dipublikasikan melalui media massa. Karena suatu peristiwa seperti tabrakan, pesawat jatuh ataupun kejadian lainnya baru dapat dikatakan berita manakala dilaporkan dan ditulis di media massa.


Menurut Dja’far berita haruslah memuat sesuatu yang menarik perhatian pembaca. Karena tujuan dari pembuatan berita dimedia massa adalah agar didengar, ditonton ataupun dibaca oleh masyarakat. Unsur yang dapat menarik pembaca inilah yang disebut sebagai nilai dalam suatu berita.  Berdasarkan penjelasan Dja’far tersebut, maka tidak semua peristiwa atau kejadian dapat dikatakan sebagai sebuah berita. Berita harus memiliki nilai seperti sesuatu yang dianggap penting oleh khalayak, memiliki daya tarik, dan sebagainya. Erianto (2002: 106-107) menjelaskan nilai berita sangat menentukan bukan hanya peristiwa apa saja yang diberitakan, melainkan bagaimana  peristiwa itu dikemas dan disajikan. Ini merupakan prosedur awal dari bagaimana peristiwa dikontruksi. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk memilih sebuah realitas peristiwa oleh wartawan adalah ukuran profesional yang dinamakan sebagai nilai berita. 


Unsur-Unsur Layak Berita 


Sebelum kita membahas unsur-unsur yang membuat suatu berita layak untuk dimuat, ada baiknya kita menyimak terlebih dahulu isi pasal 5 kode etik jurnalsitik wartawan Indonesia “wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan ketepatan, serta tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi interpretasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya” (Budayana, 2012:47)


Dari ketentuan yang menjadi kode etik jurnalistik itu menjadi jelas pada kita bahwa berita pertama-tama harus cermat dan tepat atau dalam bahasa jurnalistik harus akurat, selain cermat dan tepat, berita juga harus lengkap (complete), adil (fair) dan berimbang (balanced). Kemudian berita pun harus tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri atau dalam bahasa akademis disebut objektif. Dan yang merupakan syarat praktis tentang penulisan berita, tentu saja berita itu harus ringkas (concise), jelas (clear), dan hangat (current). Unsur-unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


1.   Berita harus akurat


Wartawan  harus memiliki kehati-hatian yang sangat tinggi dalam melakukan pekerjaannya mengingat dampak yang luas yang ditimbulkan oleh berita yang dibuatnya. Kehati-hatian dimulai dari kecermatannya terhadap ejaan nama, angka, tanggal dan usia serta disiplin diri untuk senantiasa melakukan periksa ulang atas keterangan dan fakta yang ditemuinya. Tidak hanya itu, akurasi juga berarti benar dalam memberikan kesan umum, benar dalam sudut pandang pemberitaan yang dicapai oleh penyajian detail-detail fakta dan oleh tekanan yang diberikan pada fakta-faktanya. 


2.   Berita harus lengkap, adil dan berimbang


Keakuratan suatu fakta tidak selalu menjamin keakuratan arti. Fakta-fakta yang akurat yang dipilih atau disusun secara longer atau tidak adil sama menyesatkannya dengan kesalahan yang sama sekali palsu dengan terlalu banyak atau terlalu sedikit memberikan tekanan, dengan menyisipkan fakta -fakta yang tidak relevan atau dengan menghilangkan fakta -fakta yang seharusnya ada di sana, pembaca mungkin mendapat kesan yang palsu bagi seorang wartawan, untuk menyusun  sebuah laporan atau tulisan yang adil dan berimbang tidaklah sesulit mem elihara objektivitas. Yang dimaksudkan dengan sikap adil dan berimbang adalah bahwa seseorang wartawan harus melaporkan apa sesungguhnya yang terjadi. Misalnya manakala seseorang politisi memperoleh tepuk tangan yang hangat dari hadirin ketika menyampaikan pidatonya, peristiwa itu haruslah ditulis apa adanya. Tetapi, ketika sebagian hadirin walked out sebelum pidato berakhir, itu juga harus ditulis apa adanya. Jadi, ada dua situasi yang berbeda, keduanya harus termuat dalam berita yang ditulis. 


3.   Berita harus objektif


Selain harus memiliki ketepatan (akurasi) dan kecepatan dalam bekerja, seorang wartawan dituntut untuk bersifat objektif dalam menulis. Dengan sikap objektifnya, berita yang ia buatpun akan objektif, artinya berita yang dibuat itu selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka . 


4.   Berita harus ringkas dan jelas


Mitchel V. Charnley berpendapat, bahwa pelaporan berita dibuat dan ada untuk melayani. Untuk melayani sebaik-baiknya, wartawan harus mengembangkan ketentuan-ketentuan yang disepakati tentang dan bentuk membuat berita. Berita yang disajikan haruslah dapat dicerna dengan cepat. Ini artinya suatu tulisan yang ringkas, jelas, sederhana. Tulisan berita harus tidak banyak menggunakan kata -kata, harus langsung, dan padu.


5.   Gaya jurnalistik yang bagus


Seperti juga gaya tulisan-tulisan lainnya, tidak mudah diwujudkan atau dipertahankan. Seorang wartawan yang menggunakan kata-kata klise dan bukannya kata-kata yang segar dan jelas, tidak akan mendapat pujian. Juga si wartawan malas yang berkata ”biar saja redaktur nanti yang memperbaiki berita saya”, sama tidak akan mendapatkan kemajuan.


6.   Berita harus hangat


Berita adalah padanan kata news dalam bahasa inggris kata news itu sendiri menunjukkan adanya unsur waktu/apa yang new, apa yang baru yaitu lawan dari lama. Berita memang selalu baru, selalu hangat. Penekanan pada konteks waktu dalam berita kini dianggap sebagai hal biasa.


Konsumen berita tidak pernah mempertanyakan hal itu. Dunia bergerak dengan cepat, dan penghuninya tahu belaka bahwa mereka harus berlari, bukan berjalan, untuk mengikuti kecepatan geraknya. Peristiwa -peristiwa bersifat tidak kekal, dan apa yang nampak benar hari ini belum tentu benar esok hari. Karena konsumen berita mengiginkan informasi segar, informasi hangat, kebanyakan berita berisi laporan peristiwa -peritiwa “hari ini”(dalam harian sore), atau paling lama, “tadi malam” atau ”kemarin” (dalam harian pagi). Media berita sangat spesifik tentang faktor-faktor waktu ini untuk menunjukkan bahwa berita-berita mereka bukan hanya “ hangat” tetapi juga paling sedikitnya yang terakhir. 

Sifat -sifat istimewa berita ini sudah terbentuk sedemikian kuatnya sehingga si fat- sifat ini bukan saja menentukan bentuk-bentuk khas praktik pemberitaan tetapi juga berlaku sebagai pedoman dalam menyajikan dan menilai layak tidaknya suatu berita untuk dimuat. Ini semua membangun prinsif- prinsif kerja yang mengkondisikan pendekatan profesional terhadap berita dan membimbing wartawan dalam pekerjaannya sehari-hari. 




Berita memang tidak dapat terlepas dari unsur pelaporan suatu peristiwa tertentu. akan tetapi, tidak semua kejadian atau peristiwa dapat dilaporkan kepada khalayak sebagai berita. Pekerjaan seorang guru mengajar di sekolah dan percekcokan antar pedagang dan pembeli di pasar tidak perlu dilaporkan kepada khalayak. Mengapa demikian? Karena selain merupakan peristiwa umum, kedua peristiwa tersebut tidak memiliki nilai berita.  Agar berita dapat bermanfaat bagi kepentingan banyak orang, berita harus memiliki nilai berita. Nilai-nilai berita yang dimaksud antara lain sebagai berikut: 


1.   Keluarbiasaan  


Dalam pandangan jurnalistik, berita adalah sesuatu yang luar biasa. Dengan demikian, sesuatu yang tidak luar biasa tidak dapat disebut berita. Sebagai contoh, berita tentang pohon pisang yang berupa pisang tidak dapat dijadikan berita. Sebaliknya, jika pohon pisang berubah durian baru dapat dijadikan berita. 


2.   Kebaruan (Aktual)


Suatu peristiwa disebut sebagai berita jika merupakan peristiwa yang baru terjadi. Keaktualan berita erat kaitannya dengan waktu. Semakin aktual berita yang disajikan, semakin tinggi nilai berita tersebut. Menurut teori jurnalistik terdapat tiga kategori keaktualan berita, yaitu sebagai berikut: 

  • Aktual Kalender; yang dimaksud sangat berkaitan dengan waktu yang terdapat pada kalender. Umumnya peristiwa yang terjadi berhubungan dengan peringatan hari-hari besar nasional maupun agama. Sebagai contoh, peringatan kemerdekaan republik  Indonesia pada 17  Agustus, peringatan hari pahlawan 10 November, dan perayaan hari Raya. 
  • Aktual Waktu; berkaitan erat dengan waktu terjadinya peristiwa yang bersangkutan. Semakin terkini waktu kejadian berita, semakin tinggi nilai berita tersebut. Sebagaicontoh, ketika peristiwa gempa baru saja terjadi disuatu tempat, dalam hitungan menit  berbagai berita mengenai peristiwa tersebut telah dilaporkan. 
  • Aktual Masalah; suatu masalah atau kasus akan tetap layak diberitakan selama masalah tersebut belum terselesaikan. Sebagai contoh, berita tentang kasus pembunuhan dan korupsi. Meskipun peristiwanya telah berlalu, tetapi selama pelaku belum tertangkap atau kasusnya belum tuntas, berita tersebut tetap layak diperbincangkan. 
3.   Kedekatan 


Kedekatan berita terbagi menjadi dua macam, yaitu kedekatan geografis dan kedekatan psikologis. Kedekatan geografis, yaitu kedekatan yang merujuk pada letak geografis atau tempat kejadian peristiwa itu terjadi. Semakin dekat peristiwa itu dengan khalayak. Semakin menarik berita tersebut untuk dibaca. Contohnya, berita tentang ambruknya jembatan Kutai Kartanegara (KuKar) di Kalimantan Timur dan sekitarnya.


Begitu juga orang-orang yang pernah tinggal atau singgah di Kalimantan  Timur, tentu mereka memiliki ketertarikan yang lebih besar dibandingkan orang lain.  Kedekatan psikologis, yaitu berkaitan dengan kedekatan kebutuhan, pikiran, perasaan, dan kewajiban seseorang dengan objek atau peristiwa yang diberitakan. Contohnya, berita tentang pengeboman Masjid di Palestina. Berita tersebut dapat menarik perhatian penganut agama  Islam di berbagai Negara.


4.   Menimbulkan ketertarikan manusiawi (Human Interest) 


Banyak peristiwa yang dapat membangkitkan emosi siapapun yang mendengar atau menyaksikannya. Informasi -informasi yang dapat membuat khalayak menangis, terharu, marah, dan tertawa perlu diberitakan. Dalam dunia jurnalistikkisah-kisah human interest dikelompokkan dalam berita ringan. Contohnya, berita tentang orang tua dan anak yang bertemu lagi setelah berpisah akibat bencana alam, atau berita tentang kelahiran anak harimau yang spesiesnya hampir punah.


5.   Berhubungan dengan orang penting.


Berita tidak hanya menyiarkan kejadian yang berhubungan dengan peristiwa alam dan sekitar. Akan tetapi, sering kali berbagai informasi yang berkaitan dengan orang-orang penting dapat dijadikan berita. Contohnya, berita mengenai kehidupan para  pejabat, artis, dan public figure lainnya.


6.   Menimbulkan dampak bagi masyarakat


Sebuah peristiwa disebut sebagai berita apabila peristiwa tesebut mempunyai dampak yang signifikan bagi kepentingan orang banyak. Misalnya, berita tentang kenaikan BBM yang berdampak pada naiknya ongkos angkutan umum. Semakin besar dampak yang ditimbulkannya, semakin besar nilai berita yang dikandungnya. 


7.   Informatif 


Dalam kehidupan bermasyarakat, informasi menjadi kebutuhan pokok. Oleh sebab itu, media berusaha mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.  


Demikian pengertian berita dan aspek-aspek kelayakannya serta sejumlah unsur yang dapat membuat suatu berita memiliki nilai. Selain itu, secara umum ketertarikan khalayak terhadap suatu berita ditentukan oleh isi berita, pelaku kejadian, sebab kejadian, kronologi kejadian, dan dampak kejadian bagi orang banyak.